Sabtu, 17 November 2012

Somebody That I Used To Know(Ukulele) - Sungha Jung



Suorce : http://www.youtube.com/user/jwcfree

Shokuhin Sanpuru / 食品サンプル


 
Hmm nyumiiii, pasti anda sudah tergiur untuk memakan makanan yang satu ini? Berkhayal saja sesuka hati dan pikiran anda, tapi bila makanan ini tersaji di hadapan anda, saya ingatkanJANGAN SEKALI-KALI MENCOBA MEMAKANNYA!!!!!!!!!!!!, karena makanan ini hanyalah replika belaka.
Kalau sumbernya tidak salah, sekitar tahun 1917-1932 Masehi, ada seorang pria bernama Iwasaki yang berhasil menciptakan Shokuhin Sanpuru atau bisa kita sebut replika makanan pertama di Jepang, beliau membuat shokuhin sanpuru untuk omelet. Tujuan beliau mencoba membuat contoh omelet tersebut karena beliau ingin memperkenalkan makanan-makanan dari luar negeri kepada orang-orang Jepang. 

Rupa-rupanyanya pada waktu itu orang-orang Jepang sama sekali tidak mau membeli menu asing. Saya belum tahu apa alasannya, mungkin tidak jauh berbeda dengan alasan mereka enggan menggunakan jarsos FB. Kembali ke persoalan sebeumnya, karena mereka (red: orang-orang jepang) tidak mau membeli menu asing, maka mereka tidak tahu bagaimana bentuk dan rupa makanan-makanan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan menu asing di Jepang pada saat itu tidak ada yang laku.

Nah, berkat usaha Iwasaki-sama lah, contoh-contoh makanan kemudian dikenal luas dan dijual ke para pengusaha restoran.
Untuk saat ini, setahu saya sebagian besar restoran di Jepang sudah memamerkan sampel atau shokuhin, sampai-sampai para turis Jepang yang sedang melancong ke luar negeri mengeluh karena restoran tujuan mereka tidak ada contoh makanan yang bisa dilihat secara 3 dimensi. Kata mereka, yang ada hanya foto-foto yang tidak nyata sehingga mereka bingung akan memesan apa.



Pada umumnya sampel shokuhin terbuat dari bahan resin/lilin plastik, namun beberapa restoran terkadang memasak makanan yang asli kemudian memamerkannya selama satu hari penuh di jendela depan restoran mereka.
 

Untuk di Indonesia, Anda bisa melihat sampel shokuhin di restoran-restoran Jepang seperti Pasta de Waraku




Nah, bagaimana, masih ingin mencoba untuk memakannya? Saya berharap tidak. Jadi, saya enghimbau anda untukberhati-hati saja kalau berkunjung ke restoran Jepang atau restoran di Jepang (@NBS).





 


DI MANA KAKI MENAPAK DI SITULAH LANGIT DIJUNJUNG

Itulah pribahasa yang mungkin bisa menggambarkan sedikit maksud dari artikel saya kali ini. Berawal dari kebencian saya yang amat sangat terhadap suara mulut manusia saat makan, saya berpikir adakah bangsa yang menganggap makan dengan mengeluarkan suara ‘menjijikkan(if you know what i mean) dari mulut itu sopan? Setelah saya cari-cari, ternyata ada beberapa negara yang menganggap hal tersebut adalah sopan, salah satunya adalah Jepang. Akan tetapi karena saya menyukai Jepang, saya hanya akan membahas hal ini untuk yang di Jepang saja.

Seperti yang sudah kita tahu bangsa Indonesia, terutama untuk daerah Jawa Tengah yang masyarakatnya sangat tersusun dalam hireraki, memiliki begitu banyak aturan yang tidak boleh kita langgar bila kita masih ingin tetap dikatakan orang yang sopan oleh masyarakat. Di Jepang juga memiliki ratusan aturan etika yang kadang-kadang terasa sangat mengekang seperti yang terkadang kita rasakan. Namun, ada beberapa hal mengejutkan yang ternyata tidak dianggap kasar atau tidak dianggap tidak sopan di Jepang. Padahal di masyarakat kita, hal tersebut amatlah tidak sopan. Di antaranya:


    Berteriak di Sebuah Restoran

Jika anda pergi ke restoran atau katakanlah rumah makan di Jepang, saya berharap anda tidak akan memarahi orang yang berteriak sumimasen! (permisi) pada pelayan di sana. Dalam masyarakat kita berbicara saat makan pun itu dilarang, apalagi berteriak. Saya amat tahu tentang hal ini karena saya tinggal di Jawa Tengah dan di besarkan di keluarga yang masih memegang teguh budaya sopan santun ala Jawa (tidak berarti kejawen), meskipun saya terkadang atau bahkan sering bertindak sembrono, yah itu semua karena saya memang sedikit pemberontak. Akan tetapi, saya tahu itu.



Saat Anda membutuhkan jasa pelayan di restoran di Jepang anda cukup berteriak sumimasen! (permisi). Ini adalah suatu hal yang benar-benar dapat diterima disana, dan seseorang akan segera datang untuk membantu Anda.

    Mendorong di Kereta

Menurut pengamatan saya, kebanyakan masyarakat di negara maju lebih senang menggunakan kenadaraan umum saat bebrpergian untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti sekolah, ke kantor, pergi belanja, dll. Sama halnya di Jepang. Kereta di kota-kota besar, seperti di Tokyo, Kyoto, Osaka, dll‘selalu’ penuh penumpang, apalagi saat jam berangkat dan pulan kerja. Jadi akan terlalu penuhsesak untuk meminta maaf pada orang lain dengan cara orang Jepang.


 
           Tidak Memberi Tip

Tidak seperti di negara lain, misalnya Indonesia. Di Jepang tidak ada budaya memberi tip pada pelayan, hal ini bukan karena orang jepang pelit. Akan tetapi, karena kelakuan tersebut dianggap merendahkan.



Saat kita telah terbiasa dengan budaya ini, kita akan merasa lega. Aturan memberi tip dapat membuat stres baik pelanggan maupun pelayan. Tanpa adanya tip, kesamaan kualitas pelayanan akan terus terjaga dengan nyaman. Pelayanan di Jepang adalah termasuk yang paling baik di seluruh dunia. Ajdi saya berharap anda berhati-hati dalam hal ini dan mengerti dengan baik apa itu makna dari ‘merendahkan’.


  Tidak Menahan Pintu

Dalam beragam keadaan, orang Jepang seringkali tidak mau menahan pintu untuk orang asing. Tidak ada budaya untuk pria menahan pintu untuk wanita. Ini bukan berarti pria Jepang tidak sopan, ini hanya menandakan bahwa kesopanan tidak juga dilambangkan dengan membukakan pintu.



Menghindari Pertanyaan

Orang Jepang seringkali menghindari konflik dengan cara tidak memberitahukan berita buruk secara terus terang. Kritik seringkali mereka ucapkan dengan kata-kata yang lembut. Jadi anda harus bisa membaca yang tersirat untuk dapat mengerti. Misalnya pada kasus, “tidak” dihaluskan menjadi “mungkin”.

Menurut pengamatan saya, orang Jepang cenderung memuji. Contohnya, mereka akan berkata kemampuan bahasa Jepang Anda sangat bagus, padahal sebenarnya bahasa Jepang anda sangat parah.

Terkadang bagi orang yang berasal dari budaya yang lebih berterus terang akan menerima hal ini secara harfiah, dan biasanya setelahnya (setelah tahu arti sesungguhnya) mereka akan merasa dikhianati atau dihina.



Ini adalah salah satu sumber dari banyak gesekan budaya di dunia. Di Jepang, bisa dianggap kasar untuk terlalu berterus terang pada orang lain. Pada sebagian budaya Barat, hal ini justru akan dianggap tidak sopan.Ini bukan berarti orang Jepang tidak pernah mengemukakan pendapat mereka. Akan tetapi beginilah cara mereka mengemukakan pendapat mereka.

Menurut saya, beginilah seharusnya cara bicara orang yang mengaku cerdas. Mereka bertanggung jawab atas segala hal yang mereka katakan, termasuk dalam hal berbicara pada orang lain. Tidak asal bersilat lidah. Tidak masalah jika banyak bicara, tetapi tidak menyinggung perasaan orang lain dan bicaranya ada manfaatnya.


Memakan Sushi Menggunakan Tangan



Sama seperti di Indonesia, merupakan hal yang benar-benar dapat diterima untuk memakan berbagai jenis sushi menggunakan tangan kita. Di Jepang hal ini lebih sering dilakukan oleh pria dibandingkan dengan wanita.

1.  Menyeruput

Dan hal inlah yang menjadi fokus saya pada artikel ini. Sejak kulit saja terkena udara dunia ini, keluarga saya tak pernah membenarkan tindakan saya yang tidak sengaja membuka mulut saat mengunyah makanan, dan akan lebih salah jika saya mengeluarkan suara saat memakan makanan saya.

Di awal, saya sudah mengatakan kalau saya terkadang menjadi pemberontak dalam keluarga saya. Akan tetapi, inilah salah satu dari beberapa hal yang saya mau merimanya dai keluarga saya dan mendarah daging dalam diri saya. Saya berkeyakinan tindakan ini akan amat sangat menggangu orang lain yang tengah berada di sekitar kita.



Namun, sepertinya keyakinan saya harus dilunturkan saat saya pergi ke warung makan di Jepang, apalagi saat saya berkunjung ke warung mie. Saat kita menikmati mie panas atau dingin (misalnya ramen, udon atau soba), adalah hal yang sopan untuk menyeruput mie yang kita makan dengan suara sekeras mungkin, karena hal itu mengandung arti kita sangat menikmati mie tersebut dan menghormati sang koki. Sebagian orang non-Jepang merasa akan sangat kesulitan untuk terbiasa dengan budaya ini.

Saya amat berharap kita dapat mengambil banyak pelajaran dari artikel ini. Jangan biarkan budaya kita hilang di makan Sang Waktu. Akan tetapi, merupakan tindakan yang cerdas bila kita mempelajari budaya orang lain. Hal ini akan membuat budaya dan diri kita ikut dihargai oleh ‘mereka’(@NBS).

sumber : 
japan-talk.com
http://www.japanesestation.com/tujuh-hal-mengejutkan-yang-tidak-dianggap-kasar-di-jepang/




Readers

Hakk�mda

About Me